Sabtu, 05 Januari 2013

Hari ke-5: Bawaan Trendi Musim Ini: P3K


Aku lahir di Jakarta, dibesarkan di Bekasi, dan sampai sekarang masih menjadi mahasiswi serta anak kosan di salah satu universitas di Jatinangor. Sejak Desember lalu, karena tuntutan akademis, aku harus lebih sering berada di Bandung daripada di Jatinangor. Dan sejak bulan Desember juga aku telah menjadi pelangi yang selalu setia menunggu hujan reda (itu kata Efek Rumah Kaca). Kenapa pelangi, karena bagus aja warna warni, kayak payung. Kenapa setia menunggu hujan reda, karena aku kesana-kemari berjalan kaki dan harus menyapa angkot dengan “kiri!”. Jadi buatku menunggu adalah santapan pokok seperti bubur yang becek jika hujan terlalu deras, sampai cukup reda untuk bisa melintas.

Bekasi – Bandung. Ada perbedaan dan persamaan mendasar di bulan hujan dari kedua kota itu. Perbedaannya: kota yang pertama, kalo hujan banjirnya makin dalem; sedang kota kedua hujan bentar, mulai banjir. Persamaannya ya basah, kecuali yang pada bawa mobil pribadi, persamaannya jadi sama-sama bikin macet. Jadi, karena itulah ada beberapa hal yang tidak boleh terlewatkan untuk dibawa di bulan hujan ini. Apalagi banyak aktifitas yang nggak bisa ditinggal

Tas Besar

 Penting banget buat bawa peralatan lainnya. Kalo bisa yang warna warni biar catchy.

Payung
Kalo yang ini udah pasti supaya kepala dan badan kita yang bagian atas nggak kena hujan. Tapi kalo lutut kebawah nggak jamin deh yee.. 

Jaket
Supaya nggak kedinginan ya pake jaket, menghindari masuk angin juga. Supaya lebih aman ya yang tahan air, kalo bisa raincoat sekalian.

Sendal jepit
Sendal jepit sangat berjasa untuk menyelamatkan sepatu supaya nggak kebasahan. Caranya: masukin sepatunya ke dalam tas, dan pake sendal jepit. Kaki aman, sepatu juga aman. 

Pelampung
Kadang, banjir nggak bisa ditolerir lagi, begitu pula dengan kerjaan. Semua harus terjadi. Nah, pelampung bisa menyelamatkan dari kebanjiran yang kian membludak volume airnya tapi tetap harus ke tempat tujuan. Meskipun bisa berenang, setidaknya pelampung menyelamatkan dari arus banjir yang tidak menentu.

Hairdryer
Yang ini sudah tentu untuk mengeringkan secara kilat baju, celana dan rambut. Lumayan. Penting!


Masker Snorkle + Sepatu Katak
Ini juga wajib ada di tas. Kalo harus pulang tapi jalanan masih banjir sunglasses RayBan mahal nggak akan ada artinya. Kalo pake masker sama fins ini kan bisa sekalian menyelam minum air. Gaya sekaligus wisata sembari pulang.

Plastik trashbag
Hujan, banjir terus ngeluh udah nggak jaman. Sambil main air, buangin dong sampahnya. Lumayan, siapa tau ditiru. Ini namanya: Banjir Go Green.

Minyak Kayu Putih
Harus bawa, biar nggak masuk angin.

Bagaimana dengan musim hujan kamu? Warna-warni kayak pelangi nggak? ;)
P3K? Apalagi kalo bukan "Pertolongan Pertama pada Kebanjiran"

Tiaradewi.
Bekasi, 5 Januari 2013


-Ngomong-ngomong nggak semua yang lo baca itu bener-


Jumat, 04 Januari 2013

Hari ke-4: Nyi Roro Kidul, Horor dan Pembelajaran


Semalem, sayup-sayup kedengeran suara dari televisi. Pembahasannya begitu mistis, sarat dengan penculikan ajaib, bencana, dan bla bla bla… Ternyata saya ketiduran ketika tv belum dimatikan. Sambil mencari remote tv, mata yang udah sepet banget ini ngeliat makhluk-makhluk berwarna hijau muncul di acara tv itu. Ternyata itu talkshow, Bukan Empat Mata Si Tukul. Yang saya ingat, komposisi orang-orang yang duduk di deretan talk show itu terdiri dari Pepy, Bapak Gelap, Ibu (kebaya) Ijo, Wanita Cantik berbaju ijo (yang katanya artis), dan Tukul.

Denger dari sayup sayup pembahasannya sih mistis, ditambah lagi suara backsoundnya. Seperti biasa, dengan bahasannya saat itu: Ratu Pantai Selatan, Indonesia selalu jadi mistis dan horor. Ibu Ijo bercerita …....... Hm, mungkin ketika dia cerita saya masih tertidur. Yang saya simak adalah ketika dia lagi di pantai di luar negeri ada gelombang yang sangat besar sampai menghanyutkan banyak orang di sana, tapi dia tidak basah sedikitpun. Gelombang laut yang datang seolah menghindari sekeliling badannya, atau bahasa lainnya si Ibu Ijo itu ‘dilindungi’. Sementara Bapak Gelap, yang pakaiannya emang item-item, menceritakan pengalamannya melukis rupa Ratu Pantai Selatan, dan lukisannya malam itu menjadi pajangan di studio talkshow.

Perempuan dan Horor

Saya nggak tau apa bedanya mistis sama horror, yang jelas mistis kalo di film-film Indonesia ya horror aja jadinya. Padahal sesuatu yang mistis bisa dibawa ke hal-hal yang lebih spiritual. Dan polanya, perempuan selalu hadir menjadi bagian dalam kemistisan itu, ketika mistis mulai masuk ke ranah horror perempuan tetap jadi icon, sampai sekarang. Dulu, masih ingat tentunya Suzanna yang memerankan Ratu Laut Kidul, dan juga Nyi Blorong, lalu Diah Permatasari di film Si Manis Jembatan Ancol, dan sebagainya dan sebagainya… Mungkin ada beberapa makhluk gaib (perempuan) yang lebih bersahabat seperti Jinny (Diana Pungky) dalam sinetron Jinny oh Jinny. Jin sebagai ‘hero’. Tetap saja Jinny butuh Bagus (Indra Brugman) untuk tetap bisa hidup damai di dunia ini. Nasibmu perempuan… Ulasan tentang perempuan dalam kisah mistis atau horror sebenarnya sudah pernah dibahas oleh Hendri Yulius di Majalah Bhinneka edisi #014 pada tulisannya yang berjudul Perempuan dalam Kuburan.

Hari ini, sejak beberapa tahun belakangan, sedikit film horor yang tidak menjadikan perempuan sebagai bahan eksploitasi seksual. Saya juga nggak ngerti, kenapa mesti film horor? Apa karena film horor di luar negeri perempuan terlihat sexy dan keren gitu? Terus gua harus bilang wow, gitu?

Film horor tipe 'perawan keramas'

Dengan imej sekarang yang sudah ter-imej-kan bahwa film horor Indonesia itu isinya: cewek dan tetek dan paha dan desahan, saya jadi sangat kecewa. Padahal dulu sejak SMA saya hobby nonton film horor Indonesia. Tapi tentu saja yang lebih modern dari Suzanna. Perempuan-perempuan dalam film horor, antara setelah era Suzanna dan horor sex lama – sampai – sebelum era ‘perawan keramas’, menghadirkan banyak perempuan sebagai sosok yang pemberani, dan tidak mau kalah sama teman-temannya yang laki-laki. Sebut saja Marcella Zalianti dan Dina Olivia dalam Tusuk Jelangkung. Lalu ada Nagita, Jennifer, dan Intan Ayu dalam Di Sini Ada Setan. Dan film thriller Rumah Dara yang menampilkan Julie Estelle. Saya kecewa karena karena mungkin saja sekarang sudah banyak lagi film horor keren di Indonesia, tapi temen-temen selalu nggak mau diajak nonton. Ya, karena itu tadi, imej yang sudah ter-imej-kan “horor bokep” itu tadi.
Film Horor favorit saya, Dina Olivia keren banget di film ini.
Ratu Pantai Selatan (bukan) Kisah Horor

Kembali ke pembahasan karena saya tidak sengaja nonton acaranya Tukul semalam. Om Tukul itu kenapa acaranya jadi rada-rada horor semua ya? Seru gitu? Enggak Om. Kisah Ratu Pantai Selatan itu, sebut saja sebagai cerita rakyat, karena berada dalam lingkup kepercayaan masyarakat Sunda, Jawa, dana sebagian masyarakat Bali. Saya masih ingat ketika salah satu bintang tamu Bukan Empat Mata yaitu, si Wanita Cantik (yang katanya artis itu) berusaha menanggapi cerita mistis Ibu Ijo dan bapak Gelap dengan tanggapan bijaksana dan logis. Lalu kedua bingtang tamu lainnya (Bapak Gelap dan Ibu Ijo) mulai melunak, mengatakan bawa Ratu itu sangat baik, dan kita tidak perlu takut tapi harus menjaga lautan. Nah, itu poinnya!!

Pada jaman dulu, ketika belum masuk agama agama monotheisme ke nusantara seperti sekarang ini, orang-orang masih banyak yang menganut kepercayaan animism dan dinamisme, juga politeisme. Orang-orang pada masa itu tentunya masih berhubungan erat dengan alam. Belum banyak yang menggunakan ilmu pengetahuan pada saat itu. Gejala alam yang mereka rasakan berusaha mereka jawab dengan kepercayaan yang mereka yakini. Salah? Tidak sama sekali saya rasa.

Menarik bila menbaca Jostein Gaarder, saat dia menceritakan tentang Thor sebagai penjelasan mitologi masyarakat Skandinavia sebelum masuknya agama Kristen ke  Norwegia. Hujan dijelaskan oleh mitos, bahwa Thor sedang mengayunkan palunya. Palunya bukan hanya digunakan untuk membuat hujan, melainkan juga menjadi senjata untuk melawan pengacau. Di sinilah dapat dipelajari mengapa keseimbangan alam dipertahankan dan selalu terjadi pertempuran antara kebaikan dan kejahatan. Dalam Dunia Sophie, Gaarder juga menuliskan: Ketika kekeringan melanda, orang-orang mencari penjelasan mengapa tidak turun hujan. Mungkinkah karena para raksasa telah mencuri palu Thor?

Barangkali mitos, legenda dan cerita rakyat itu digunakan untuk memberikan penjelasan akan gelaja-gejala alam yang dirasakan masyarakatnya. Membuat nilai atau pandangan hidup tentang bagaimana manusia hidup selalu berdampingan dengan alam, norma bahwa hidup yang berdampingan itu selalu membutuhkan keseimbangan. Mungkin juga cerita Nyi Roro Kidul atau Ratu Pantai Selatan dibuat horor, supaya orang-orang takut dengan beliau, tidak berani mendekat dan melecehkan beliau. Tapi Beliau itu bukan sekedar beliau, Ratu Pantai Selatan. Selalu ada yang dijaga dari seorang Ratu, yaitu pantai itu sendiri. Beliau menjaga pantai dari ketidakseimbangan yang selalu ditimbulkan manusia. Kalau kata Ibu Ijo sang Ratu sebenarnya adalah ibu yang sangat baik, lalu kenapa tidak diceritakan tentang kebaikannya.

Menceritakan kebaikan itu untuk pelajaran menjaga keseimbangan alam dan manusia, saya rasa harus diterapkan untuk anak-anak jaman sekarang. Bahwa alam memiliki Ibu. Anak-anak selalu dekat dengan sosok ibu kan? Saya jadi ingat film Ghibli yang di pinjamkan Puput buat saya. Judulnya Ponyo. Ponyo sendiri adalah anak dari Dewi Penguasa Laut. Dan di dalam film ini secara tersirat tergambarkan bagaimana kehidupan manusia selalu berkaitan dengan alamnya. Film Ghibli, (Ponyo, Totoro, dll) selalu menyuguhnya spiritualitas, mitos antara alam gaib dan dunia manusia diceritakan dalam kemasan kartun, mengajarkan dengan cara yang lucu, ceria dan unik kepada anak-anak tentang keseimbangan alam. Sehingga tidak perlu ada lagi eksploitasi terhadap perempuan dalam film horor, dan tidak perlu ada lagi menjaga alam karena ketakutan, tapi menyadarkan bahwa perempuan bisa berani dalam kegelapan, dan pesan dari alam tidak selalu horor atau mengerikan.

Ponyo on the Cliff by the Sea
Kata pepatah: Mengajar orang tua itu seperti menulis di atas pasir, mudah, tapi mudah hilang juga. Tapi kalau mengajar anak-anak itu seperti menulis di atas batu, susah, tapi akan terukir selamanya.
Grasindo, saya merindukan buku cerita rakyatmu yang dari berbagai wilayah Indonesia itu.

Tiaradewi.
Bekasi, 4 Januari 2013.

Buat Puput (Putri Sesilia @puputkadrie), makasih ya udah mau pinjemin Ponyo :)

Kamis, 03 Januari 2013

Hari ke-3: Singgasana

Setelah melewati beberapa hari di Bandung untuk mengumpulkan data lapangan, akhirnya aku kembali ke rumah. Bekasi yang panas. Dan aku hanya mengurung diri di kamar. Ups, kamar? Kamar sudah berpindah menjadi kosan di Jatinangor, keadaan kamar di rumah udah nggak karu-karuan. Lagipula selama aku di rumah aku selalu tidur sama Ibu. Padahal dulu kamarku itu mapan sekali. Semua yang aku butuhkan sampai yang tidak dibutuhkan ada di sana. Menghiasi tiap sisi kamar.
Aku alergi debu, untuk membereskan kamar tiap kali aku datang ke rumah itu, membutuhkan nyali. Aku yang pemalas ini lebih memilih tempat lain untuk menjadi 'singgasana' selama aku berada di rumah. Ya, aku menyebutnya singgasana:
RUANG KELUARGA.

Singgasanaku meja tamu
Di meja yang lebih cocok di sebut meja tamu ini, aku meletakkan semua yang aku ingin letakkan. Posisinya berhadapan serong sedikit dengan televisi. Jadi aku bisa beraktivitas sambil melihat film apa yang lagi bagus.

Kalau-kalau aku lelah duduk, aku tinggal berpindah, berbaring....

Kasur kesayangan, hasil request ke Ibu ketika sedang membeli properti rumah
Tapi namanya juga ruang keluarga, berarti ruang publik domestik, disini aku sedikit banyak bertukar privasi dengan penghuni rumah yang lain. Malah kadang harus terusir karena ada orang asing yang harus dijamu. Tapi kalau aku tidak ngekos di Jatinangor, mungkin sampai sekarang aku nggak akan tuh nongkrong di ruang keluarga seperti ini. Tradisi berkumpul di ruang keluarga mulai pudar sejak ada televisi di masing-masing kamar. PC di masing-masing kamar. Semua menjaga privasi masing-masing. Yah bagaimapun, singgasana ini semoga tetap milik keluarga.

Hari ini, cocok digunakan untuk bermalas-malasan sepanjang hari. Karena besok, rasa berdosa akan datang dan pr-pr menyerang. Nggak bisa di abaikan. Selamat hari kamis.


Tiaradewi. Kamis, 3 Januari 2013.
Salam hangat untuk ruang keluarga kalian, singgasana kalian :)

Rabu, 02 Januari 2013

Hari ke-2: Bolong for Good

Seorang teman baik bercerita tentang masa lalunya. Setelah di itung-itung, kayaknya jari tangan nggak cukup mewakili berapa tahun Tessa pernah menjadi pecandu narkoba. Menurut pengakuannya, kira-kira 11 tahun Dia pernah menjadi pecandu dari berbagai macam jenis obat-obatan yang saya pun nggak ngerti. Yang saya tau ada yang di bakar, di sedot melalui hidung, di minum, sampai yang disuntikkan ke pembuluh darah. Dan cerita Tessa di malam itu terdengar akrab dengan berbagai macam cara make obat-obatan. Kami bercerita dengan santai, tertawa tentang pengalaman itu, tapi satu hal yang tidak saya lupa adalah pada awal perbincangan kita di awal tahun itu: “Umur gua itu 28 di kurangin 11 tahun, selama 11 tahun itu gua make, ya kayak hilang gitu aja.”

Selasa, 01 Januari 2013

Hari ke-1: Harapan 2013: Mesin Waktu yang Budiman

Tahun baru dimana? Itu pertanyaan paling populer menjelang tanggal 1 Januari setiap tahun. Dari kecil, malah, dari lahir, sampai menginjak hampir 23 tahun hidup saya, tidak sampai lima kali saya berada di luar rumah pada saat detik detik pergantian tahun. Pada tanggal-tanggal itu seolah-olah lingkungan menurut pandangan saya menuntut untuk mendapatkan jawaban selain: "di rumah aja". 

Kemudian pada sebuah kebodohan, seperti perang batin antara: "sangat ingin tahun baruan seperti orang di jalan-jalan dan kembang api"; "lalu di rumah Ibu sama siapa?", sampai akhirnya "taun baruan kenapa dirayain sih?". Lahirlah sebuah pertanyaan akhirnya. Apa yang sebenarnya kita rayakan pada saat tahun baru?

Minggu, 30 Desember 2012

Ceritanya Ingin 30 Hari Bercerita

Blog ini ceritanya dibuat untuk program 30 Hari Bercerita.

Klik READING UNIVERSE untuk masuk ke rumah yang sering ditinggalkan dari tulisan-tulisan saya sebelumnya. For free.
Monggo :)

Salam hangat, tiaradewi.